MENYATUKAN UMMAT LEWAT THARIQAH
Uswah khasanah
Kalau ada pertanyaan, faktor apa yang mempersatukan mereka, bahkan rela berdesak-desakan selama berjam-jam ? jawabannya ada dua, yaitu Thariqah dan sosok Kiyai Asrori sendiri selaku Mursyid Thariqah Qadiriyah Wan Naqsabandiyah Al Utsmaniyah (dinisbatkan kepada Kiai Utsman). Konon, almarhum KH. Utsman adalah salah satu murid kesayangan KH. Romli Tamim (ayah KH. Musta’in) Rejoso, Jombang, Jawa Timur. Beliau dibaiat sebagai mursyid bersama Kiyai Makki Karangkates Kediri dan Kiai Bahri asal Mojokerto. Kemudian sepeninggal Kiai Musta’in (sekitar tahun 1977), beliau mengadakan kegiatan sendiri di kediamannya Sawah Pulo Surabaya.
Maka, jadilah Sawah Pulo sebagai sentra aktifitas thariqah di kota metropolis di samping Rejoso sendiri dan Cukir Jombang. Sepeninggal Kiai Utsman, tongkat estafet kemursyidan kemudian diberikan kepada putranya, Kiai Minan, sebelum akhirnya ke Kiai Asrori (konon pengalihan tugas ini berdasarkan wasiat Kiai Utsman menjelang wafatnya). Di tangan Kiai Asrori inilah jama’ah yang hadir semakin membludak. Uniknya, sebelum memegang amanah itu, Kiai Asrori memilih membuka lahan baru, yakni di kawasan Kedinding Lor yang masih berupa tambak pada waktu itu.
Dakwahnya dimulai dengan membangun masjid, secara perlahan dari uang yang berhasil dikumpulkan, sedikit demi sedikit tanah milik warga di sekitarnya ia beli, sehingga kini luasnya mencapai 2,5 hektar lebih. Dikisahkan, ada seorang tamu asal Jakarta yang cukup ternama dan kaya raya bersedia membantu pembangunan masjid dan pembebasan lahan sekaligus, tapi Kiai Asrori mencegahnya. “Terima kasih, kasihan orang lain yang mau ikutan menyumbang, pahala itu jangan diambil sendiri, lebih baik dibagi-bagi”, ujarnya.
Kini, di atas lahan seluas 2,5 hektar itu Kiai Asrori mendirikan Pondok Pesantren Al Fithrah dengan ratusan santri putra putri dari berbagai pelosok tanah air. Untuk menampungnya, pihak pesantren mendirikan beberapa bangunan lantai dua untuk asrama putra, ruang belajar mengajar, penginapan tamu, rumah induk dan asrama putri (dalam proses pembangunan) serta bangunan masjid yang cukup besar.
Itulah Kiai Asrori, keberhasilannya boleh jadi karena kepribadiannya yang moderat namun ramah, di samping kapasitas keilmuan tentunya. Murid-muridnya yang telah menyatakan baiat ke Kiai Asrori tidak lagi terbatas kepada masyarakat awam yang telah berusia lanjut saja, akan tetapi telah menembus ke kalangan remaja, eksekutif, birokrat hingga para selebritis ternama. Jama’ahnya tidak lagi terbatas kepada para pecinta thariqah sejak awal, melainkan telah melebar ke komunitas yang pada mulanya justru asing dengan thariqah.
Walaupun tak banyak diliput media massa, namanya tak asing lagi bagi masyarakat thariqah. Namun demikian, sekalipun namanya selalu dielu-elukan banyak orang, dakwahnya sangat menyejukkan hati dan selalu dinanti, Kiai Asrori tetap bersahaja dan ramah, termasuk saat menerima tamu. Beliau adalah sosok yang tidak banyak menuntut pelayanan layaknya orang besar, bahkan terkadang ia sendiri yang menyajikan suguhan untuk tamu.
Tanda tanda menjadi panutan sudah nampak sejak masa mudanya. Masa mudanya dihabiskan untuk menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kala itu Kiai Asrori muda yang badannya kurus karena banyak tirakat dan berambut panjang memiliki geng bernama “orong-orong”, bermakna binatang yang keluarnya malam hari. Jama’ahnya rata-rata anak jalanan alias berandalan yang kemudian diajak mendekatkan diri kepada Allah lewat ibadah pada malam hari. Meski masih muda, Kiai Asrori adalah tokoh yang kharismatik dan disegani berbagai pihak, termasuk para pejabat dari kalangan sipil maupun militer.
Keturunan Rasulullah ke-38
Jika dirunut, Kiai Ahmad Asrori memiliki darah keturunan hingga Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam yang ke 38, yakni Ahmad Asrori putra Kiai Utsman Al Ishaqi. Namanya dinisbatkan pada Maulana Ishaq ayah Sunan Giri. Karena Kiai Utsman masih keturunan Sunan Giri. Kiai Utsman berputra 13 orang.
Berikut silsilahnya :
KH. Ahmad Asrori Al_Ishaqi RA
Muhammad Utsman Al-Ishaqi RA.
Surati
Abdullah
Mbah Deso
Mbah Jarangan
Ki Ageng Mas
Ki Panembahan Bagus
Ki Ageng Pangeran Sedeng Rana
Panembahan Agung Sido Mergi
Pangeran Kawis Guo
Fadlullah Sido Sunan Prapen
Ali Sumodiro
Muhammad Ainul Yaqin Sunan Giri
Maulana Ishaq
Ibrahim Al Akbar
Ali Nurul Alam
Barokat Zainul Alam
Jamaluddin Al Akbar Al Husain
Ahmad Syah Jalalul Amri
Abdullah Khan
Abdul Malik
Alawi
Muhammad Shohib Mirbath
Ali Kholi’ Qasam
Alawi Muhammad
Alawi
Ubaidillah
Ahmad Al Muhajir
Isa An Naqib Ar Rumi
Muhammad An Naqib
Ali Al Uraidli
Ja’far As Shodiq
Muhammad Al Baqir
Ali Zainal Abidin
Hussain Bin Ali
Ali Bin Abi Thalib / Fathimah Binti Rasulullah SAW.
Bai'at Thoriqoh
Ulama' yang senyumnya membuat kerinduan ini menjadi magnet tersendiri bagi sebagian kaum, khususnya ahli thariqah. Karena kesibukannya melakukan pembinaan jama’ah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air hingga mancanegara. Kiai Rori menyediakan waktu khusus buat para tamu, yakni tiap hari Ahad. Sedangkan untuk pembaiatan, baik bagi jama’ah baru maupun lama dilakukan seminggu sekali. (ada tiga macam pembaiatan, yaitu Baiat Bihusnidzdzan, bagi tingkat pemula, Baiat Bilbarokah, tingkat menengah dan Baiat Bittarbiyah, tingkat tinggi).
Untuk menapaki level level itu, tiap jama’ah diwajibkan dzikir rutin yang harus diamalkan oleh murid yang sudah berbaiat berupa dzikir jahri (dengan lisan) sebanyak 160 kali dan dzikir khafi (dalam hati) sebanyak 1000 kali tiap usai sholat. Kemudian ada dzikir mingguan berupa khususi yang umumnya dilakukan jama’ah per wilayah seperti kecamatan.
Thariqah yang diajarkan Kiai Rori memang dirasakan berbeda dengan thariqah atau mursyid mursyid lainnya pada umumnya. Jika kebanyakan para mursyid setelah membaiat kepada murid baru, untuk amaliyah sehari-hari diserahkan kepada murid yang bersangkutan di tempat masing-masing untuk pengamalannya, tidak demikian dengan Kiai Rori. Beliau sebagai Mursyid Thariqah Qadiriyah Wan Naqsabandiyah Al Utsmaniyah memiliki tanggung jawab besar, yakni tidak sekedar membaiat kepada murid baru kemudian tugasnya selesai, akan tetapi beliau secara terus-menerus melakukan pembinaan secara rutin melalui majelis khususi mingguan, pengajian rutin bulanan setiap Ahad awal bulan hijriyah dan kunjungan rutin ke berbagai daerah.
Untuk membina jama’ah yang telah melakukan baiat, khususnya di wilayah Jawa Tengah, bahkan Kiai Rori telah menggunakan media elektronik yaitu Radio Siaran untuk penyebaran dakwahnya, sehingga murid muridnya tidak lagi akan merasa kehilangan kendali. Ada lima radio di Jawa Tengah yang dimilikinya setiap pagi, siang dan malam selalu memutar ulang dakwahnya Kiai Rori, yakni Radio Rasika FM dan “W” FM berada di Semarang, Radio Citra FM di Kendal, Radio Amarta FM di Pekalongan, Radio Suara Tegal berada di Slawi, Radio El-Bayu di Gresik, dan Radio Citra Nusantara di Ponpes Al-Fithrah Surabaya.
Radio radio inilah setiap harinya mengumandangkan dakwahnya yang sangat khas dan disukai oleh banyak kalangan, meski mereka tidak atau belum berbaiat, bahkan ketemu saja belum pernah, toh tidak ada halangan baginya untuk menikmati suara merdu yang selalu mengumandang lewat istighotsah di awal dan tutup siaran radio. Kemudian juga dapat didengar lewat manaqib rutin mingguan dan bulanan serta acara-acara khusus seperti Haul Akbar di Kota Pekalongan beberapa waktu lalu disiarkan langsung oleh tiga radio ternama di Kota Pekalongan dan Batang.
Dalam setiap memberikan siraman rohani, Kiai Rori menggunakan rujukan Kitab Nashaihul Ibad karya Syekh Nawawi Al Bantani, Al Hikam karya Imam Ibnu Atha’illah dan lain lain. Selain pengajian yang lebih banyak mengupas soal tasawuf, Kiai Rori juga sering menyisipkan masalah fiqih sebagai materi penunjang. Seorang ulama asal Ploso Kediri Jawa Timur, KH. Nurul Huda pernah bertutur, sulit mencari ulama yang cara penyampaiannya sangat mudah dipahami oleh semua kalangan dan do’anya sanggup menggetarkan hati seperti Kiai Asrori. Hal senada diakui oleh KH. Abdul Ghofur seorang ulama asal Pekalongan, Kiai Asrori seorang figur yang belum ada tandingnya, baik ketokohannya maupun kedalaman ilmunya.
Jama’ah Al Khidmah sebagai wadah
Sadar bahwa manusia tidak akan hidup di dunia selamanya, Kiai Asrori telah berfikir jauh ke depan untuk keberlangsungan pembinaan jama’ah yang sudah jutaan jumlahnya. Perkembangan jumlah murid cukup menggembirakan ini sekaligus mengundang kekawatiran. Apa pasal ? banyaknya murid yang berbaiat di Thariqah Qadiriyah wan Naqsabandiyah Al Utsmaniyah menunjukkan bahwa ajaran ini memiliki daya tarik tersendiri. Apalagi murid murid yang telah berbaiat terus dibina melalui berbagai majelis, sehingga amalan-amalan dari sang guru tetap terpelihara.
Di sisi lain banyaknya murid juga mengundang kekhawatiran sang guru. Karena mereka tidak terurus dan terorganisir dengan baik, sehingga pembinaannya pun kurang termonitor. Kondisi inilah yang mendorong beberapa murid senior memiliki gagasan untuk perlunya membentuk wadah di samping dorongan yang cukup kuat dari Kiyai Asrori sendiri, sehingga diharapkan dengan terbentuknya wadah bagi para murid-muridnya dapat lebih mudah melaksanakan amalan amalan dari gurunya.
Maka dibentuklah wadah bernama “Jama’ah Al Khidmah”. Organisasi ini resmi dideklarasikan tanggal 25 Desember 2005 kemarin di Semarang Jawa Tengah, dengan kegiatan utamanya ialah menyelenggarakan Majelis Dzikir, Majelis Khotmil Al Qur’an, Maulid dan Manaqib serta kirim do’a kepada orang tua dan guru-gurunya. Kemudian menyelenggarakan Majelis Sholat Malam, Majelis Taklim, Majelis Lamaran, Majelis Akad Nikah, Majelis Tingkepan, Majelis Memberi nama anak dan lain lain.
H. Hasanuddin menjelaskan, organisasi ini sengaja dibentuk bukan karena latah apalagi berorientasi ke politik praktis, akan tetapi semata mata agar pembinaan jama’ah lebih terarah dan teratur. Siapapun bisa menjadi anggotanya, baik yang sudah baiat atau yang belum baiat. Seperti kegiatan kegiatan Haul Akbar di Kota Pekalongan tempo hari merupakan salah satu bukti bahwa kegiatan Jama’ah Al Khidmah banyak diminati oleh berbagai kalangan khususnya di wilayah Pekalongan dan sekitarnya.
Meskipun di wilayah ini belum banyak yang menyatakan baiat ke Kiai Asrori, ternyata magnet kiai yang berpenampilan kalem dan sederhana ini dapat menghadirkan puluhan ribu ummat Islam untuk duduk bersimpuh bersama-sama dengan para kiyai, ulama, habaib dan ratusan undangan lainnya untuk bersama-sama melakukan dzikir dan mendoa’akan istri Rasulullah Ummil Mukminin Sayyidatina Siti Khodijah Al Kubro yang kini telah mulai banyak dilupakan ummat Islam.
Acara ini memang tergolong khusus, pasalnya kegiatan Haul Sayyidatina Siti Khodijah tidak lazim dilaksanakan oleh ummat Islam. sehingga banyak yang tidak menyangka kegiatan ini akan mendapat perhatian yang cukup besar. Bahkan Habib Umar Bin Salim cucu Rasulullah SAW asal Hadramaut Yaman Yordania yang hadir dalam secara khusus di majelis dzikir itu mengatakan, sudah selayaknya ummat Islam mendoakan istri Rasulullah, karena beliau mempunyai peranan yang sangat penting dan banyak jasanya membantu Rasulullah dalam pengembangan ajaran Islam. ”Kami siap hadir setiap majelis ini digelar”, ujarnya usai acara.
Video KH. Ahmad Asrori Ra. dan Jamaah Al-Khidmah
Mengenai Saya
Minggu, 09 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar